Senin, 29 Oktober 2007

Reshuffle Kabinet

Reshuffle Kabinet... kata yang mulai sering kita dengar sejak pemerintahan Gus Dur.

Kata-kata ini digunakan sebagai tameng para pejabat pemerintahan untuk mengatasi nilai tukar rupiah yang semakin terpuruk atau dengan kata lain sebagai langkah untuk Menstabilitasi Makro Ekonomi dan Mengurangi Kemiskinan.

Tetapi sangat disayangkan untuk perombakan jilid kedua ini, pemerintah tidak melakukan perubahan yang signifikan pada tubuh ekonomi. APA MAKSUD SEMUA ITU?

Petinggi seharusnya tidak berperilaku seperti Hamlet. Ketika ajal menjelang, di pangkuan pembantu setianya Huratio, Hamlet berbisik, and the rest is silence. Hidup seakan-akan final. Pupus. sebenarnya setelah dua big bang peristiwa besar di Indonesia (terbunuhnya Dr Azahari dan terbongkarnya industri ekstasi), sentimen positif mulai mengarah ke republik.

Perkembangan sektor riil dan investasi modal asing sudah mulai menuju arah yang lebih baik. Seharusnya bisa didukung oleh tim ekonomi yang kinerja nya bisa diacungi jempol. Tim ekonomi yang kinerja nya kurang memuaskan seharusnya diberhentikan, karena bagaimanapun juga jika sistem tidak kuat maka pergerakan dibawahnya akan stagnan atau bahakan mungkin hancur.

Harus kita akui bahwa berbagai ketidakpuasan sudah berkembang luas di masyarakat. Masyarakat merasakan bahwa kondisi sekarang ini seolah lebih buruk dan lebih susah daripada masa-masa sebelumnya. Gebrakan yang dilakukan para menteri cenderung minim dan kinerja yang ada belum dirasakan oleh rakyat serta tidak ada solusi yang benar-benar menyentuh rakyat. Bahkan masyarakat yang bergerak dalam sektor-sektor tertentu pun masih menghadapi masalah yang justru lebih berat.

Tekanan ekonomi yang dirasakan oleh rakyat ini jelas berbanding lurus dengan sejumlah indikator ekonomi yang mengalami kemerosotan. Indikator moneter hampir semuanya mengalami kemerosotan yang kemudian berdampak terhadap sektor riil. Pengangguran meningkat, daya beli masyarakat merosot dan kemiskinan terus bertambah. Akibatnya, bukan tidak mungkin banyak di antara orang-tua terancam tidak mampu lagi menyekolahkan anak-anak mereka, apalagi implementasi program “pendidikan gratis” di lapangan masih belum sesuai harapan. Di lain pihak, kasus-kasus kesehatan, seperti polio hingga busung lapar dapat meningkat lagi akibat buruknya kualitas gizi yang berpengaruh terhadap kualitas SDM di masa depan.

Harapan saya, pejabat tinggi bisa cepat dan tanggap dengan keadaan sekitar. seperti yang ditulis oleh filosof Immanuel Kant dalam bukunya “Menuju Perdamaian Abadi” (Mizan-Goethe Institut, Juli 2005.

Seorang presiden yang baik tidak selalu memenuhi tuntutan perbaikan yang tujuannya semata-mata memenuhi kepentingan para penuntut atau politisi yang mementingkan kepentingan diri dan sebaiknya seorang politikus moralis setingkat presiden tidak selalu wajib memenuhi permintaan para tikus-tikus politik, yang idenya seolah-olah sempurna untuk kepentingan rakyat, padahal kenyataannya berbalik seratus persen.

Tidak ada komentar: